Semalam dapat info kalau Tempat Pembuangan Sampah (TPS) dekat rumah ditutup. Hal ini efek dari pemboikotan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Pemalang yang berada di Desa Pegongsoran oleh warga sekitar.
Kenapa sih diboikot? Yaa, tentunya siapa sih yang mau hidup berdampingan dengan sampah apalagi sampahnya segunung. Banyak efek yang ditimbulkan, seperti bau yang tidak sedap, pencemaran tanah, pencemaran air, dan penyakit-penyakit yang timbul akibat sampah. Memang di sebagian besar wilayah Indonesia permasalahan sampah menjadi hal yang tak berujung, pemerintah daerah belum mampu menyelesaikan permasalahan ini secara tepat. Sayangnya diperparah juga dengan kiriman sampah oleh warga setiap hari yang jumlahnya tidak sedikit. Alhamdulillah nya sih, di beberapa lokasi sudah ada gerakan minim sampah. Kalau saya sih belajar sedikit-sedikit dari mb DK Wardhani & mbak Britania Sari, tapi baru belajar teori aja prakteknya jauh dari harapan 😔.
Nah, karena masih anget-angetnya kasus sampah di rumah, pagi ini Bulel jadi keingetan komposter yang sudah lama mangkrak. Karena komposternya baru punya satu, jadi pas isinya penuh tidak diisi lagi deh. Alhasil sampah organik masuk ke tempat sampah konvensional. Huhu, maafkan daku bumi.
Komposter ini dibikin oleh tukang langganan yang biasa di rumah, peralatannya pun dari barang-barang yang ada di rumah. Sistemnya kita tinggal memasukkan sampah organik (daun, sisa masak) ke komposter, lalu ditumpuk dengan tanah, sampah organik, tanah, begitu seterusnya seperti lapisan. Sampah organik itu lama kelamaan akan terurai dan menjadi pupuk.
![]() |
Komposter |
![]() |
penampakan dalam |
![]() |
Penyaring air lindi |
![]() |
Penyaring saat dipisahkan |
Panen kompos hari ini mendapat seember penuh cat, walaupun masih ada dedaunan yang belum terurai sempurna. Alhamdulillah bisa untuk nambahi pupuk para tanaman. Kompos padat hasil panen ini dikeringkan selama 2-3 hari supaya saat diberikan pada tanaman tidak merusak tanaman. Nah, jangan lupa disisakan untuk starter pengomposan lagi ya.
![]() |
Hasil panen kompos |
Dulu pas awal-awal mengompos Bulel pernah menggunakan pot gerabah dan karung, tapi memang paling enak menurut Bulel pakai komposter yang seperti Bulel sekarang pakai, kelemahannya harus ada effort untuk membuat atau membeli instan.
Oiya Akhtar juga pernah mengikuti program mengompos yang diselenggarakan STEMLAB.id. Karena diperuntukkan anak usia dini, bahan yang digunakan adalah toples bekas jajan yang dilubangi solder. Di dalamnya diberi tanah, sampah organik, tanah, sampah organik, dan seterusnya hingga penuh. Didiamkan kurang lebih 2 minggu sampah organik sudah banyak terurai.
![]() |
Akhtar dan proyek mengomposnya |
Komentar
Posting Komentar